Bagaimanakah engkau menghabiskan Ramadhan?

Sungguh manusia bergembira dengan kedatangan bulan puasa, mereka mendapatkan padanya kebaikan dan
keberkahan, namun sedikit sekali yang menunaikannya menurut cara yang menyebabkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan membangunnya dengan taat, ibadah dan menunaikan kewajiban. Terkadang berbagai macam penyimpangan yang belum pernah di bulan-bulan sebelumnya, menjadi ada di bulan Ramadhan, seperti israf (berlebihan), mubazir, menyia-nyiakan shalat, begadang di depan program-program televisi, menghabiskan waktu dalam permainan, dan keluyuran di jalanan. Semua itu dengan alasan karena capek dan hiburan sambil menunggu waktu berbuka.

Jika kita merenungi kondisi salafus shaleh dan meneliti bagaimana mereka menghabiskan waktu-waktu mereka di bulan Ramadhan. Bagaimana mereka memakmurkannya dengan amal shaleh, niscaya kita mengetahui jauhnya jarak di antara kita dan mereka.

Dan setiap kebaikan ada dalam mengikuti kaum salaf.

Maka bagaimana kita menghidupkan bulan Ramadhan sebagaimana kaum salaf menghidupkannya?

Pertama: menjaga hukum-hukum puasa:
Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam dan rukun ini tidak sah kecuali dengan dua syarat:

1) Ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Setiap amal ibadah harus diserta niat dan bagi setiap seorang tergantung apa yang diniatkannya.”

2) ittiba’ (mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Barangsiapa yang menciptakan dalam perkara kami ini yang bukan merupakan bagian darinya, maka ia ditolak.“

Seorang muslim yang melaksanakan puasa wajib menjaga dua syarat ini yang dengannya terealisasi puasanya.

Adapun memelihara ikhlas maka dengan cara mengarahkan hati hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hanya mengharapkan pahala dari-Nya saja. Adapun menjaga ittiba’ dalam puasa maka dengan cara mengetahui hukum-hukum puasa sehingga sah puasa seorang muslim, didapatkan dengan keutamaan dan pahala, dan tertolak dengannya siksaan.

Apakah mungkin seorang muslim bisa merealisasikan ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam puasa, sedangkan ia jahil terhadap puasa-puasa yang wajib, yang membatalkannya, dan rukun-rukunnya.

Saudaraku yang mulia, …supaya puasamu berada di atas petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, saya memberikan nasehat kepadamu agar mempelajari hukum-hukum puasa, mendalaminya, bertanya kepada para ulama, dan menghadiri pengajian-pengajian. Maka sesungguhnya jahil terhadap hukum-hukum puasa bisa menjerumuskan muslim dalam larangan-larangan puasa atau yang membatalkannya.

Dan yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini secara ringkas adalah:
Pertama: rukun-rukun puasa yang terdiri dari empat rukun: 1)niat, 2)menahan diri dari yang membatalkan, 3) waktunya yaitu dari sejak terbit matahari hingga tenggelamnya, 4) orang yang puasa yaitu seorang muslim yang baligh berakal, yang mampu melaksanakan puasa lagi tidak ada halangan.

Kedua: yang membatalkan puasa, yaitu:
Jima’ (berhubungan suami istri) di siang hari bulan Ramadhan.
Mengeluarkan mani secara sengaja.
Makan dan minum secara sengaja.
Yang sama seperti makan dan minum, seperti suntikan infus dan darah.
Berbekam.
Muntah secara sengaja.
Keluar darah haid dan nifas.

Ketiga: Makruh-makruh dalam puasa, yaitu sangat banyak, di antaranya adalah:
Terlalu berlebihan dalam berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung saat berwudhu’.
Mengumpulkan air liur dan menelannya.

Keempat: adab-adab puasa yang wajib, di antaranya:
Menjauhi dusta.
Menjauhi ghibah (mengupat).
Menjauhi namimah (mengadu domba).
Menjauhi bersaksi palsu.
Menjauhi menipu dalam transaksi.

Kelima: Adab-adab puasa yang dianjurkan/disunnahkan:
Menunda sahur dan menyegerakan berbuka.
Menahan lisan dari perkataan sia-sia dan tidak berguna.
Membukakan orang yang puasa.
Mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sedakah dan amal shalih.

Saudaraku yang mulia, ingatlah selalu bahwasanya mendapat taufiq untuk puasa Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala tidak bisa sempurna kecuali dengan menjaga hukum-hukum dan syarat-syaratnya serta mengikuti petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padanya. Puasa bukan hanya semata-semata menahan diri dari makan dan minum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan palsu dan melakukannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memperdulikan ia dalam meninggalkan makanan dan minumannya.“

Saudaraku, janganlah engkau melewatkan dengan memahami hukum-hukum puasa. Maka sesungguhnya ia adalah pondasi puasa. Dan janganlah engkau ketinggalan mengamalkannya, maka orang yang mengamalkan itu sedikit sekali.

Kedua: Menjaga shalat-shalat wajib:
Shalat adalah tiang agama dan diterimanya puasa mengharuskan diterimanya shalat. Bagaimana bisa manusia melalaikan shalat wajib dan menyia-nyiakannya, sementara ia berpuasa di siang harinya. Sedangkan mereka mengetahui bahwa menjaga shalat dalam waktunya lebih wajib di dalam Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Perjanjian yang ada di antara kita dan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang meninggalkannya maka sungguh ia menjadi kafir.“

Tsabit al-Bunani rahimahullah berkata: seorang hamba tidak akan pernah bisa menjadi ‘abid (ahli ibadah), sekalipun ia mempunyai semua perkara kebaikan sehingga padanya ada dua perkara ini, yaitu puasa dan shalat, karena keduanya berasal dari darah dan dagingnya.
Mubarak dan Fadhalah rahimahullah berkata: ‘Aku berkunjung kepada Tsabit al-Bunani rahimahullah di saat sakitnya. Dia tetap mengingat teman-temannya. Maka tatkala kami masuk kepadanya, ia berkata: ‘Wahai saudaraku, kemarin aku tidak bisa shalat seperti biasanya, dan aku tidak bisa puasa seperti biasanya, aku juga tidak bisa mendatangi teman-temanku lalu berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala bersama mereka seperti biasanya.’ Kemudian ia berkata: ‘Ya Allah, apabila Engkau menghalangi aku dari tiga perkara ini maka janganlah Engkau biarkan aku di dunia sesaat pun.’ Lalu ia meninggal dunia saat itu.’ Banyak sekali orang yang terlalaikan oleh film-film dan sinetron, atau tidur dan kelupaan, lalu ia berpaling dari menunaikan shalat. Ia mengira bahwa persoalannya ringan padahal ia sangat besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketiga: Menjaga shalat tarawih: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang beribadah (shalat) di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala niscaya diampuni dosanya yang terdahulu.“

Dan dalam hadits Sa’ib bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Sesungguhnya qari membaca dua ratus ayat, sehingga kami memegang tongkat karena sangat lama berdiri dan mereka tidak pulang kecuali saat fajar.
Dan termasuk yang harus engkau jaga, wahai saudaraku, janganlah engkau pulang sebelum imam, maka sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang shalat bersama imamnya sampai ia (imam) berpaling (pulang) niscaya ditulis untuknya shalat satu malam.“

Dan sesungguhnya di antara kesempurnaan iman dan mengharapkan pahala dalam puasa adalah bersemangat dalam shalat malam, tidak gelisah darinya, atau menyibukkan diri darinya di bulan Ramadhan. Terutama di masa kita sekarang ini, di mana sangat banyak sebab-sebab fitnah. Berbagai macam canel menayangkan berbagai macam program yang menggiurkan, film dan sinetron langsung setelah berbuka puasa yang membuat orang lupa melaksanakan shalat, dan yang mereka lihat berupa kegilaan dan perbuatan sia-sia yang menggiurkan.

Keempat: Memperbanyak zikir dan membaca al-Qur`an:
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia yang paling pemurah, dan terlebih lagi di bulan Ramadhan saat Jibril ‘alaihis salam menemuinya, lalu melakukan tadarus al-Qur`an. Jibril ‘alaihis salam menemuinya setiap malam di bulan Ramadhan, lalu melakukan mudarasah al-Qur`an kepadanya. maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditemui Jibril ‘alaihis salam lebih pemurah dengan kebaikan dari pada angin kencang yang bertiup.“
Dan telah kami sebutkan contoh salafus shaleh dalam membaca al-Qur`an dan mudarasahnya di bulan Ramadhan. Bagaimana tidak, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menurunkan padanya, firman-Nya:

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). (QS. al-Qur`an:185)

Dan hendaklah engkau menjaga zikir-zikir yang diriwayatkan (dalam hadits). Sesungguhnya ia adalah pemukul syetan dan jalan mendapatkan ridha ar-Rahman. Terutama zikir pagi dan sore, hamdalah, tasbih, dan istighfar. Sungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: ‘Apabila telah melaksanakan shalat fajar, beliau duduk di tempat shalat hingga terbit matahari.’ Dan diriwayatkan darinya shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Barangsiapa yang shalat fajar berjamaah, kemudian ia duduk berzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hingga terbit matahari, kemudian shalat dua rekaat, adalah baginya seperti pahala haji dan umrah yang sempurna.”

Kelima: Pemurah dan bersedakah: dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sedakah yang paling utama adalah sedakah di bulan Ramadhan.” –(HR At-Tirmidzi, dhoif menurut al-Munawi dalam At-Taisir, -nm.com)–.

Dan gambaran bersedakah dan pemurah beraneka ragam, di antaranya: memberi makan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Seorang mukmin manapun yang memberi makan kepada mukmin yang lain yang sedang kelaparan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberinya makanan dari buah-buah surga. Dan barangsiapa yang memberi minum seorang mukmin yang kehausan niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi minuman kepadanya dari rahiqul makhtum.”
Dan membukakan orang yang puasa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barangsiapa yang membukakan orang yang puasa, niscaya untuknya pahala seperti pahalanya tanpa mengurangi pahala orang yang puasa sedikitpun juga.“

Banyak sekali dari kaum salaf yang mengutamakan orang lain dengan berbuka mereka, sedangkan mereka berpuasa, di antaranya adalah Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Daud ath-Thai, Malik bin Dinar, Ahmad bin Hanbal rahimahumullah, dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu tidak berbuka kecuali bersama anak-anak yatim dan orang-orang miskin.

Keenam: I’tikaf dan memperbanyak ibadah di sepuluh hari terakhir (di bulan Ramadhan): sunnah I’tikaf banyak ditinggalkan orang kebanyakan manusia yang mampu melakukannya, padahal disebutkan di dalam al-Qur`an dan sunnah. Salafus shaleh sangat bersemangat melakukan dan melaksanakannya karena mengandung pahala besar dan bertepatan sepuluh hari terakhir yang diharapkan padanya lailatul qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan. I’tikaf adalah ibadah yang dimudahkan bersamanya segala ibadah, seperti membaca al-Qur`an, shalat, zikir dan do’a.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam i’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari, maka tatkala di tahun yang beliau wafat, beliau i’tikaf selama dua puluh hari.”

Dan untuk i’tikaf adalah beberapa hukum yang mesti dipelajari oleh yang berpuasa untuk ibadah yang agung ini, maka dengannya i’tikafnya menjadi benar di atas sunnah.
_______________________________________
Oleh Abul Hasan bin Muhammad al-Faqih 
Dikutip dari Artikel www.nahiminkar.com
Terima kasih telah membaca artikel tentang Bagaimanakah engkau menghabiskan Ramadhan? di blog TEGAK DI ATAS SUNNAH jika anda ingin menyebar-luaskan artikel ini dimohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :