Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah
untuk membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam hal
mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya adalah niat.
Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.”
(HR. Bukhari no. 1 dan Muslim
no. 1907)
Dan niat merupakan pekerjaan hati, maka tidak ada lafaz khusus dalam berniat.
Rukun Mandi
Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air,
yaitu mengenai rambut dan kulit.
Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang
menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR.
An Nasa-i no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam
hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh
tubuh.”[1]
Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling
memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lalu beliau bersabda,
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya
siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.”
(HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib
Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat
Bukhari Muslim)
Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan
dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits
yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,
“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?”
Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu
tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.”
(HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya
dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi
seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh
tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.
Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam
hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang
disunnahkan menurut mayoritas ulama.[2]
Tata Cara Mandi Junub yang Sempurna
Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan.
Apabila hal ini dilakukan, maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang
menjadi dalil dari bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan
hadits dari Maimunah.
Hadits pertama:
“Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub,
beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau
berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke
dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke
atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no.
316)
Hadits kedua:
Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan,
“Aku pernah menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Lalu beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya
dua kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan
air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya. Setelah
itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau berkumur-kumur dan
memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya.
Kemudian beliau membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya.
Setelah itu beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak
kakinya (di tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)
Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi
yang disunnahkan sebagai berikut.
Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali
sebelum tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan,
“Boleh jadi tujuan untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk
membersihkan tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah karena
mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”[3]
Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan
tangan kiri.
Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan
menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.
An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan
bagi orang yang beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai,
hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah
ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan kotoran yang
ada.”[4]
Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika
hendak shalat.
Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup
dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan
berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”[5]
Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?
Jika kita melihat dari hadits Maimunah di atas, dicontohkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh anggota
wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh,
sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun hadits ‘Aisyah menerangkan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna (sampai mencuci kaki), setelah
itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.
Dari dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih
pendapat kapankah kaki itu dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara
yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu
kita bisa saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah
itu kita mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat
‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-kumur,
memasukkan air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua tangan, mencuci
kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki dicuci terakhir.
Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata
cara mandi (apakah dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah)
itu sama-sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”[6]
Kelima: Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga
sampai ke pangkal rambut.
Keenam: Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala
bagian kiri.
Ketujuh: Menyela-nyela rambut.
Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,
“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi
junub, beliau mencuci tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat.
Kemudian beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya
hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau
mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan lainnya.”
(HR. Bukhari no. 272)
Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
“Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia
mengambil air dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu
mengambil air dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan,
lalu kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke
bagian tubuh sebelah kiri.” (HR.
Bukhari no. 277)
Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari
sisi yang kanan setelah itu yang kiri.
Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia
berkata,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan
yang kanan ketika memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam
setiap perkara (yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no.
268)
Mengguyur air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja
sebagaimana zhohir (tekstual) hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah
salah satu pendapat dari madzhab Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah.[7]
Bagaimanakah Tata Cara Mandi pada Wanita?
Tata cara mandi junub pada wanita sama dengan tata
cara mandi yang diterangkan di atas sebagaimana telah diterangkan dalam hadits
Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang
mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi junub?”
Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu
tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.”
(HR. Muslim no. 330)
Untuk mandi karena haidh dan nifas, tata caranya sama dengan
mandi junub namun ditambahkan dengan beberapa hal berikut ini:
Pertama: Menggunakan sabun dan pembersih lainnya beserta
air.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
“Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian
hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu
membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada
kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut
kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian
engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci dengannya. Lalu Asma’ berkata,
“Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau bersabda, “Subhanallah,
bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal
tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan
dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda,
‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau
bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu
memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.”
(HR. Bukhari no. 314 dan Muslim
no. 332)
Kedua: Melepas kepangan sehingga air sampai ke pangkal
rambut.
Dalil hal ini adalah hadits yang telah lewat,
“Kemudian hendaklah kamu menyiramkan air pada kepalanya,
lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya.”
Dalil ini menunjukkan tidak cukup dengan hanya mengalirkan air seperti halnya
mandi junub. Sedangkan mengenai mandi junub disebutkan,
“Kemudian kamu
siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya,
kemudian mengguyurkan air padanya.”
Dalam mandi junub tidak disebutkan “menggosok-gosok dengan
keras”. Hal ini menunjukkan bedanya mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketiga: Ketika mandi sesuai masa haidh, seorang wanita disunnahkan
membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya darah guna
menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu, disunnahkan mengusap bekas darah pada
kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal ini dengan
tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah haidh.
Perlukah Berwudhu Seusai Mandi?
Cukup kami bawakan dua riwayat tentang hal ini,
Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak berwudhu setelah selesai mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579,
Ahmad 6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebuah riwayat dari Ibnu ‘Umar,
Beliau ditanya mengenai wudhu setelah mandi. Lalu beliau
menjawab, “Lantas wudhu yang mana lagi yang lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf[8])
Abu Bakr Ibnul ‘Arobi berkata, “Para ulama tidak
berselisih pendapat bahwa wudhu telah masuk dalam mandi.” Ibnu Baththol
juga telah menukil adanya ijma’ (kesepakatan ulama) dalam masalah ini.[9]
Penjelasan ini adalah sebagai alasan yang kuat bahwa jika
seseorang sudah berniat untuk mandi wajib, lalu ia mengguyur seluruh badannya
dengan air, maka setelah mandi ia tidak perlu berwudhu lagi, apalagi jika
sebelum mandi ia sudah berwudhu.
Apakah Boleh Mengeringkan Badan dengan Handuk Setelah
Mandi?
Di dalam hadits Maimunah disebutkan mengenai tata cara
mandi, lalu diakhir hadits disebutkan,
“Lalu aku sodorkan
kain (sebagai pengering) tetapi beliau tidak mengambilnya, lalu beliau pergi
dengan mengeringkan air dari badannya dengan tangannya” (HR. Bukhari no. 276). Berdasarkan hadits ini,
sebagian ulama memakruhkan mengeringkan badan setelah mandi. Namun yang tepat, hadits tersebut bukanlah pendukung
pendapat tersebut dengan beberapa alasan:
Perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
itu masih mengandung beberapa kemungkinan. Boleh jadi beliau tidak mengambil
kain (handuk) tersebut karena alasan lainnya yang bukan maksud untuk
memakruhkan mengeringkan badan ketika itu. Boleh jadi kain tersebut mungkin
sobek atau beliau buru-buru saja karena ada urusan lainnya.
Hadits ini malah menunjukkan bahwa kebiasaan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah mengeringkan badan sehabis mandi. Seandainya
bukan kebiasaan beliau, maka tentu saja beliau tidak dibawakan handuk ketika
itu.
Mengeringkan air dengan tangan menunjukkan bahwa
mengeringkan air dengan kain bukanlah makruh karena keduanya sama-sama
mengeringkan.
Kesimpulannya, mengeringkan air dengan kain (handuk)
tidaklah mengapa.[10]
Demikian pembahasan kami seputar mandi wajib (al ghuslu).
Tata cara di atas juga berlaku untuk mandi yang sunnah . Semoga bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi
tatimmush sholihaat.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
[1] Fathul
Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 1/361, Darul Ma’rifah, 1379.
[2] Penjelasannya
silakan lihat di Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/173-174 dan
1/177-178, Al Maktabah At Taufiqiyah.
[4] Al
Minhaj Syarh Shahih Muslim, Yahya bin Syarf An Nawawi, 3/231, Dar Ihya’ At
Turots Al ‘Arobi, 1392.
[5] Ad
Daroril Mudhiyah Syarh Ad Duroril Bahiyyah, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani,
hal. 61, Darul ‘Aqidah, terbitan tahun
1425 H.
[6] Shahih
Fiqh Sunnah, 1/175-176.
[7] Al
Ikhtiyaarot Al Fiqhiyah li Syaikhil Islam Ibni Taimiyah, ‘Alauddin Abul Hasan
‘Ali bin Muhammad Al Ba’li Ad Dimasyqi Al Hambali, hal. 14, Mawqi’ Misykatul
Islamiyah.
[8] Lihat
Ad Daroril Mudhiyah, hal. 61
[9] Idem.
[10] Shahih
Fiqh Sunnah, 1/181.
Dari artikel 'Tata Cara Mandi Wajib —
Muslim.Or.Id'
Terima kasih telah membaca artikel tentang Tata Cara Mandi Junub [Perlukah Berwudhu Seusai Mandi?] di blog TEGAK DI ATAS SUNNAH jika anda ingin menyebar-luaskan artikel ini dimohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silahkan bookmark halaman ini di web browser anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.
1 komentar :
Assalamu'alaikum ,Lurr ..Alhamdulillah ....
BalasSyukran wa jazaakallahu khairan atas share nya.
Barakallahu fika